Preferensi Anda telah diperbarui untuk sesi ini. Untuk mengubah pengaturan akun Anda secara permanen, buka Akun Saya
Sebagai pengingat, Anda dapat memperbarui negara atau bahasa kapan saja di Akun Saya
> beauty2 heart-circle sports-fitness food-nutrition herbs-supplements pageview
Klik untuk melihat Pernyataan Aksesibilitas kami
Aplikasi iHerb
checkoutarrow
ID

Psikodermatologi: Peneliti Menganggap Hubungan Pikiran-Kulit Penting

7,620 Dilihat

anchor-icon Daftar Isi dropdown-icon
anchor-icon Daftar Isi dropdown-icon

Kebanyakan orang pernah mendengar tentang hubungan usus-otak, di mana usus dan otak saling berkomunikasi satu sama lain. Faktanya, hubungan antara usus dan otak telah terjalin dengan baik dalam berbagai penelitian selama beberapa dekade. Tapi bagaimana dengan hubungan pikiran-kulit? 

Bisakah psikodermatologi menjadi kunci untuk memahami interaksi yang rumit antara emosi dan epidermis? Apa itu psikodermatologi, dan bagaimana bidang pendatang ini membuat gebrakan baru di dunia kesehatan kulit?

Apa itu Psikodermatologi?

Psikodermatologi merupakan bidang baru yang bersinggungan dengan penelitian seputar kulit dan pikiran. Ini menggabungkan dermatologi, yang melibatkan pemahaman dan perawatan kondisi kulit, seperti vitiligo, jerawat, serta rosasea, dengan psikologi dan psikiatri, yang berupaya memahami pikiran dan gangguannya, yang meliputi depresi, kecemasan, dan skizofrenia.

Terlepas dari pandangan bahwa psikodermatologi merupakan bidang kedokteran yang baru dan sedang naik daun, psikodermatologi pertama kali disebutkan di Yunani kuno pada masa Hippocrates. Dalam karya tulisnya, Hippocrates mengakui hubungan antara stres dan kulit. Dia bahkan menyebutkan kasus di mana orang mencabuti rambutnya sendiri karena tekanan emosional.

Belakangan ini, buku Diseases of the Skin, yang ditulis oleh William James Eramus Wilson pada tahun 1850-an, memperkenalkan pandangan yang lebih mendalam seputar psikodermatologi kepada dunia. Wilson menulis tentang “neurosis kulit.” Neurosis kulit secara teknis didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memengaruhi kulit yang disebabkan oleh gangguan mental tanpa penyebab yang relevan.

Wilson mencatat bahwa gangguan mental terkait dengan penyakit kulit seperti lesi kulit yang warnanya lebih terang dibandingkan kulit di sekitarnya; alopesia areata atau area rambut rontok yang mengakibatkan kebotakan; dan bahkan delusi parasit di kulit, yang menimbulkan rasa gatal. Dia bahkan mengaitkan hiperhidrosis, suatu kondisi di mana keringat keluar secara berlebih, dengan gangguan mental seperti kecemasan, ketakutan dan fobia, serta depresi.

Di zaman modern, psikodermatologi telah dikaitkan dengan bidang baru lainnya, yakni psikoneuroimunologi, yang mempelajari bagaimana gangguan emosional dan mental, seperti stres, dapat memengaruhi sistem imun dan kulit.

Banyak peneliti dan dokter membagi gangguan psikodermatologi menjadi tiga kategori: gangguan psikofisiologis, gangguan kejiwaan primer, serta gangguan kejiwaan sekunder.

Gangguan psikofisiologis merupakan gangguan kulit yang bereaksi terhadap kondisi emosional seperti stres. Kondisi kulit yang termasuk dalam kategori ini meliputi eksem dan psoriasis.

Gangguan kejiwaan primer merupakan kondisi pikiran yang mengakibatkan gangguan kulit yang diderita sendiri. Ini termasuk kondisi seperti trikotilomania. Trikotilomania adalah suatu kondisi yang melibatkan pencabutan rambut dari berbagai bagian tubuh, seperti kulit kepala atau bulu mata, karena stres yang ekstrem atau gangguan mental lainnya.

Gangguan kejiwaan sekunder melibatkan kelainan kulit yang menyebabkan cacat serta mengakibatkan fobia sosial dan rendah diri.

Jelas, ada riwayat gangguan kejiwaan dan psikologis yang terdokumentasi dengan baik yang bermanifestasi di kulit dan sebaliknya. Ini menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pikiran dan kulit.

Mengungkap Hubungan Pikiran-Kulit

Meskipun hubungan usus-otak telah dipelajari secara ekstensif dan sangat diminati dalam beberapa tahun terakhir, hubungan pikiran-kulit belum banyak diperbincangkan. Nyatanya, kepercayaan bahwa tubuh saling terhubung baru mulai diterima dalam pengobatan modern.

Keterhubungan berarti bahwa tidak ada bagian tubuh yang bertindak atau menderita secara terpisah dari yang lain. Jika salah satu bagian tubuh tidak seimbang, maka bagian tubuh lainnya juga akan terpengaruh. Artinya, ketidakseimbangan mikrobioma usus dapat memengaruhi kesehatan otak, dan gangguan mental seperti kecemasan dapat memengaruhi integritas serta kesehatan kulit.

Tapi mengapa ada hubungan antara pikiran dan kulit? Psikodermatologi memberi kita wawasan tentang pertanyaan ini.

Psikodermatologi mengakui bahwa kulit dan sistem saraf, termasuk otak, berasal dari sumber yang sama. Saat masih menjadi embrio, atau pada tahap awal perkembangan manusia, lapisan embrio yang disebut ektoderm akhirnya memunculkan kulit dan sistem saraf. Hubungan umum antara asal mula kulit dan sistem saraf ini membantu menjelaskan keterhubungan antara pikiran dan kulit.

Penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan fisiologis antara pikiran dan kulit dapat timbul dari jenis sel khusus yang disebut sel Merkel. Sel Merkel merupakan sel khusus yang terletak di bawah lapisan luar kulit atau yang disebut sebagai epidermis. Sel-sel ini bertanggung jawab atas sensasi sentuhan, dan terkait erat dengan saraf yang menyampaikan sensasi sentuhan ke otak.

Sel Merkel juga dapat terlibat dalam pelepasan neurotransmiter, atau pembawa pesan kimiawi, ke dalam tubuh. Sebuah penelitian in vitro, atau tabung reaksi, menemukan bahwa ukuran sel Merkel di kulit meningkat saat kulit mengalami inflamasi.

Psikodermatologi juga memberi lebih banyak wawasan tentang hubungan pikiran-kulit dengan meneliti efek stres pada tubuh. Sebuah penelitian menemukan bahwa stres emosional akut dapat menyebabkan peningkatan aktivasi dan degranulasi sel mast. Sel mast merupakan sel darah putih yang mengandung histamin. Saat diaktifkan, sel mast melepaskan butiran histamin (degranulasi) ke dalam darah, yang menyebabkan peningkatan rasa gatal dan bengkak di kulit.

Penelitian terus menunjukkan bahwa terdapat hubungan pikiran-kulit yang sangat nyata. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa gangguan mental cukup umum terjadi pada orang yang menderita penyakit kulit. Sebagai contoh, sebuah penelitian menemukan bahwa anak-anak penderita eksem memiliki risiko yang lebih tinggi secara signifikan mengalami gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas dibandingkan anak-anak yang tidak menderita eksem.

Penelitian lain menemukan bahwa individu dengan kulit sensitif memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan kecemasan dan peningkatan kemerahan pada kulit. Namun penelitian lain menemukan bahwa individu yang menderita gangguan depresi berat memiliki risiko 64% lebih tinggi terkena vitiligo, suatu kondisi kulit yang menyebabkan hilangnya warna kulit dalam bentuk bercak. Penelitian juga mengaitkan vitiligo dengan kecemasan. Sebagai contoh, sekitar 36% orang yang didiagnosis menderita vitiligo juga mengalami kecemasan.

Bahkan psikodermatologi mengaitkan jerawat dengan stres emosional. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stres dapat menyebabkan jerawat yang lebih parah. Sebuah penelitian yang mengikuti mahasiswi kedokteran menemukan bahwa persepsi stres yang lebih besar menyebabkan jerawat yang lebih parah.

Manfaat NAC dan Vitamin B Terhadap Stres

Penelitian menunjukkan bahwa hingga 40% orang yang mencari pengobatan untuk kondisi berbasis kulit juga memiliki gangguan kejiwaan yang mendasari yang berkontribusi atau memperburuk kondisi kulitnya. Inilah sebabnya mengapa psikodermatologi berfokus pada mengatasi pikiran dan kulit demi kepentingan seseorang. 

Penelitian dalam psikodermatologi telah berfokus pada sejumlah modalitas berbeda untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan kulit dan mental seseorang. Beberapa modalitas yang diteliti meliputi N-asetil sistein (NAC), inositol, teknik pengurangan stres, serta vitamin B12.

Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa pemberian NAC dapat bermanfaat bagi perilaku berulang seperti menggaruk kulit atau mencabut rambut secara kompulsif. Sebuah studi buta ganda terkontrol plasebo yang melibatkan 50 orang dengan trikotilomania menemukan bahwa NAC dapat menurunkan tingkat keparahan dari perilaku mencabut rambut secara signifikan jika dibandingkan dengan plasebo.

N-asetil sistein (NAC) merupakan bentuk sintetis dari asam amino sistein, yang diperlukan untuk menghasilkan protein seperti beta-keratin, yang ditemukan pada rambut dan kulit. Sebuah studi kasus yang melibatkan penggunaan NAC pada wanita penderita trikotilomania menemukan bahwa rambutnya dapat kembali tumbuh sepenuhnya dalam waktu 3 bulan setelah suplementasi.

Penelitian lain yang melibatkan ekskoriasi kulit, kelainan yang menyebabkan seseorang menggaruk kulit secara berlebihan, menemukan bahwa inositol dapat membantu mengurangi tingkat keparahan dari perilaku menggaruk kulit. Inositol adalah sejenis gula yang ditemukan di seluruh tubuh dan otak yang membantu memengaruhi suasana hati serta fungsi otak.

Penelitian juga menunjukkan bahwa mengurangi kecemasan dapat membantu meningkatkan kesehatan kulit secara langsung. Penelitian menunjukkan bahwa terapi pikiran-tubuh, seperti meditasi dan pengurangan stres berbasis kesadaran, membantu mengurangi sensasi gatal dan keinginan untuk menggaruk pada orang dewasa yang menderita eksem dan psoriasis dibandingkan dengan kelompok plasebo.

Penelitian juga menunjukkan bahwa menggunakan vitamin B12 sebagai suplemen secara topikal atau oral memiliki manfaat terhadap hubungan antara pikiran dan kulit. Sebagai contoh, sebuah uji coba acak buta ganda, terkontrol plasebo, menggunakan vitamin B12 topikal untuk mengobati lesi eksem pada anak-anak. Studi tersebut menemukan bahwa vitamin B12 topikal lebih unggul dibandingkan plasebo dalam mengobati eksem dengan pemakaian selama 4 minggu. Studi kasus lain menemukan bahwa suplementasi B12 membantu mengobati eksem pada pria berusia 18 tahun yang memerlukan perawatan steroid topikal secara intensif karena kondisinya yang parah.

Menariknya, penelitian menemukan bahwa vitamin B, khususnya vitamin B6 dan B12, memberikan pengaruh positif terhadap suasana hati dan penurunan persepsi stres secara keseluruhan.

Poin Penting

Psikodermatologi merupakan ilmu yang muncul berdasarkan keterhubungan antara pikiran dan kulit. Pendekatan hubungan pikiran-kulit menggunakan psikodermatologi bisa menjadi cara di masa mendatang untuk mendukung kulit yang sehat dan tampak awet muda, serta pikiran yang sehat. Penelitian seputar psikodermatologi bahkan dapat mendukung umur panjang dengan berfokus pada manifestasi kulit dari kesehatan mental sebagai tanda awal respons tubuh terhadap stres.

Dengan mengatasi efek dari pikiran terhadap kulit dan sebaliknya, pendekatan psikodermatologi bisa menjadi kunci untuk rutinitas antipenuaan lengkap bagi pikiran dan kulit.

Referensi:

  1. Arck PC, Slominski A, Theoharides TC, et al. Neuroimmunology of stress: skin takes center stage. J Invest Dermatol. 2006;126:1697-1704
  2. Boulais N, Pereira U, Lebonvallet N, et al. Merkel cells as putative regulatory cells in skin disorders: an in vitro study. PLoS One. 2009;4(8):e6528. Published 2009 Aug 11. doi:10.1371/journal.pone.0006528
  3. Chesini Ms D, Caminati Md M. Vitamin B12 and atopic dermatitis: any therapeutic relevance for oral supplementation? J Diet Suppl. 2022;19(2):238-242. doi:10.1080/19390211.2020.1860180
  4. França K, Chacon A, Ledon J, Savas J, Nouri K. Pyschodermatology: a trip through history. An Bras Dermatol. 2013;88(5):842-843. doi:10.1590/abd1806-4841.20132059
  5. Gieler U, Gieler T, Peters EMJ, Linder D. Skin and psychosomatics – psychodermatology today. J Dtsch Dermatol Ges. 2020;18(11):1280-1298. doi:10.1111/ddg.14328
  6. Graubard R, Perez-Sanchez A, Katta R. Stress and skin: an overview of mind body therapies as a treatment strategy in dermatology. Dermatol Pract Concept. 2021;11(4):e2021091. Published 2021 Sep 1. doi:10.5826/dpc.1104a91
  7. Jafferany M. Psychodermatology: a guide to understanding common psychocutaneous disorders. Prim Care Companion J Clin Psychiatry. 2007;9(3):203-213. doi:10.4088/pcc.v09n0306
  8. Jović A, Marinović B, Kostović K, Čeović R, Basta-Juzbašić A, Bukvić Mokos Z. The impact of pyschological stress on acne. Acta Dermatovenerol Croat. 2017;25(2):1133-1141.
  9. Koo J, Lebwohl A. Psycho dermatology: the mind and skin connection. Am Fam Physician. 2001;64(11):1873-1878.
  10. Kussainova A, Kassym L, Akhmetova A, et al. Vitiligo and anxiety: a systematic review and meta-analysis. PLoS One. 2020;15(11):e0241445. Published 2020 Nov 10. doi:10.1371/journal.pone.0241445
  11. Lochner C, Roos A, Stein DJ. Excoriation (skin-picking) disorder: a systematic review of treatment options. Neuropsychiatr Dis Treat. 2017;13:1867-1872. Published 2017 Jul 14. doi:10.2147/NDT.S121138
  12. Manav V, Karaali MG, Erdem O, Koku Aksu AE. Association between biophysical properties and anxiety in patients with sensitive skin. Skin Res Technol. 2022;28(4):556-563. doi:10.1111/srt.13156
  13. Nwankwo CO, Jafferany M. N-Acetylcysteine in psychodermatological disorders. Dermatol Ther. 2019;32(5):e13073. doi:10.1111/dth.13073
  14. Rodriguez-Cerdeira, C. Psychodermatology: past, present and future. Open Dermatol J. 2011;5(1):21-27. doi:10.2174/1874372201105010021
  15. Januchowski R. Evaluation of topical vitamin B(12) for the treatment of childhood eczema. J Altern Complement Med. 2009;15(4):387-389. doi:10.1089/acm.2008.0497
  16. Torales J, Barrios I, Villalba J. Alternative therapies for excoriation (skin picking) disorder: a brief update. Adv Mind Body Med. 2017;31(1):10-13.
  17. Vallerand IA, Lewinson RT, Parsons LM, et al. Vitiligo and major depressive disorder: a bidirectional population-based cohort study. J Am Acad Dermatol. 2019;80(5):1371-1379. doi:10.1016/j.jaad.2018.11.047
  18. Yaghmaie P, Koudelka CW, Simpson EL. Mental health comorbidity in patients with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol. 2013;131(2):428-433. doi:10.1016/j.jaci.2012.10.041
  19. Young LM, Pipingas A, White DJ, Gauci S, Scholey A. A systematic review and meta-analysis of B vitamin supplementation on depressive symptoms, anxiety, and stress: effects on healthy and "at-risk" individuals. Nutrients. 2019;11(9):2232. Published 2019 Sep 16. doi:10.3390/nu11092232
  20. Zari S, Alrahmani D. The association between stress and acne among female medical students in Jeddah, Saudi Arabia. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2017;10:503-506. Published 2017 Dec 5. doi:10.2147/CCID.S148499
  21. Zhu Z, Yang Z, Wang C, Liu H. Assessment of the effectiveness of vitamin supplement in treating eczema: a systematic review and meta-analysis. Evid Based Complement Alternat Med. 2019;2019:6956034. Published 2019 Oct 31. doi:10.1155/2019/6956034

PENAFIAN:PUSAT KESEHATAN tidak dimaksudkan untuk memberikan diagnosis... Baca Selengkapnya